JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Sedikitnya ada 7 pabrikpengolahan Bijih Kakao dinyatakan mati pasca pemberlakuan Bea Keluar (BK) ekspor. BK itu diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 75 Tahun 2012.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang, menegaskan BK Kakao ini ternyata membawa berita miris bagi kehidupan para petani dan industri lokal.
“Sudah ada 7 pabrik yang mati. Mereka tidak  bisa bersaing dengan asing (PMA/penanaman modal asing),” ungkapnya kepada CIN, di Jakarta, Jumat (3/5/2013).
Ia memastikan BK itu merangsang animo asing. Sekarang, prosentase modal dalam negeri dengan PMA tidak lagi berbanding lurus. Terbalik 180 derajat.
Asing atau multy national company 80%. Milik lokal 20%. Artinya industry kakao dalam negeri sudah didominasi modal asing.
“Sebelum pemberlakuan BK Bijih Kakao, perbandingan industri kakao nasional dengan asing adalah 70:30. Saat ini 80% asing. Lokal 20%. Nah, yang hidup justru industri pengolahan milik asing,” jelasnya mengurai.
Ia menambahkan, bahwa dominasi pengusaha asing itu pula memunculkan cerita miris. Petani Kakao kian terpuruk- merugi. Mereka tidak berdaya menentukan harga komoditinya.
“Kekuatan pasar didominasi satu pihak. Player (PMA). Mereka sangat kuat di industry pengolahan kakao saat ini.  Petani menjadi lemah karena industri menjadi pihak penentu harga,†ujarnya bernada prihatin.
Seperti diketahui, langkah pemerintah menerbitkan BK ekspor Bijih Kakao, untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah bagi petani. BK itu diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 75 Tahun 2012. (iskandar)