JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda kapan akan mereda, malah kian banyak masyarakat yang positif terinfeksi.
“Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Kondisi ini kemudian menimbulkan maraknya obat herbal/jamu yang mengklaim bisa membunuh dan atau menyembuhkan virus Covid-19 tersebut,” ujar Ketua Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Senin (10/8/2020).
- Menyikapi fenomena tersebut, pada Senin 10 Agustus 2020 YLKI menggelar jumpa pers, dengan narasumber Tulus Abadi (Ketua Pengurus Harian YLKI), Drs. Mayagustina Andarini Apt. Msc, Deputi II Badan POM, Bidang Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik.
- Jumlah Pasien Covid-19 Sembuh Tambah 1.646 Orang
- Artis Anji Manji Diperiksa Ditkrimsus
- Update Data COVID-19 pada 10 Agustus: 127.083 Positif, 82.236 Sembuh, 5.765 Meninggal
Berikut ini point point rekomendasi dalam jumpa pers dimaksud, yaitu:
1. Bahwa obat herbal/jamu yang mengklaim bisa menyembuhkan dan atau membunuh virus Covid-19 adalah tidak benar, dan mengelabui konsumen. Sebab sampai sekarang Badan POM belum pernah memberikan izin edar terhadap obat herbal semacam itu, bahkan untuk obat kimia sekalipun.
2. Obat herbal secara fungsional tidak bisa membunuh virus, tapi hanya memerkuat imunitas tubuh. Obat herbal itu ibaratnya sepasukan tentara, untuk memperkuat pertahanan tubuh saja, bukan untuk membunuh virus.
3. Bahwa obat herbal dimaksud harus mengantongi izin edar dan klaim yang dicantumkan harus sesuai dengan izin edar yang diberikan. Adalah sebuah pelanggaran jika produsen melakukan over klaim, dan hal tersebut bisa dipidana, karena melanggar berbagai UU, antara lain UU Perlindungan Konsumen dan UU Kesehatan;
4. YLKI meminta agar masyarakat berhati-hati dan tidak tidak terjebak pada iklan iklan yang over klaim tersebut, dan bahkan tidak tertipu. Sebab obat yang over klaim itu, dan kemudian dikonsumsi, bisa jadi obat herbal tersebut dicampur dengan zat kimia obat. Dan jika hal ini terjadi merupakan pelanggaran, dan tindakan yang sangat membahayakan bagi keselamatan konsumen.
5. Obat herbal bukan berarti tidak boleh digunakan/dikonsumsi, tetap bisa digunakan dan justru merupakan kekayaan fitofarmaka bangsa Indonesia, yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Namun obat herbal dimaksud harus tetap mengantongi izin edar dari Badan POM, dan tidak menyalahi izin edar, khususnya dalam klaim yang dilakukan. Jadi konsumen tetap bisa mengonsumsi obat herbal asal sesuai izin edar dan peruntukannya.
Selain itu, YLKI juga menandaskan beberapa hal penting, yaitu:
1. Agar Badan POM terus melakukan pendampingan terhadap para produsen obat herbal, agar bisa melakukan proses produksi yang memenuhi standar, yaitu memenuhi standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik);
2. Agar Badan POM bersinergi lebih kuat lagi, terkhusus dengan Kementerian Kominfo, untuk melakukan upaya penegakan hukum, terutama melakukan take down terhadap iklan iklan over klaim obat herbal yang marak di media sosial.
3. Agar Badan POM dan Kemenkes memerkuat upaya edukasi konsumen, untuk meningkatkan literasi/pengetahuan konsumen terhadap produk obat. Sebab maraknya peredaran obat herbal dengan klaim penyembuh/pembunuh Covid-19, juga dipicu oleh masih lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat.
4. Agar pejabat publik tidak memberikan contoh buruk dalam memberikan pernyatataan dan atau mempromosikan produk produk yang tidak mempunyai standar yang jelas, contohnya kalung ekaliptus. Terakhir dilakukan oleh orang yang mengaku profesor HP. Hal tersebut merupakan preseden buruk dan melakukan tindakan pembodohan pada masyarakat konsumen.
Demikian sekelumit catatan YLKI atas maraknya obat herbal yang over klaim, yang beredar di pasaran, khususnya di media sosial.