JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Wakil Presiden (Wapres) Boediono menekankan agar perbankan nasional harus tetap menjadi tulang punggung perekonomian nasional, meski era pasar bebas perbankan dan finansial akan segera dijelang pada 2020 nanti.
Ia berharap agar kalangan industri perbankan dan pemerintah bisa menyatukan irama dan berkoordinasi bersama demi menghadapi masyarakat ekonomi Asia Tenggara.
“Perbankan nasional harus tetap memainkan peran dominan dalam perekonomian dalam negeri. Kemampuan perbankan nasional untuk mendukung ekonomi dalam negeri sangat-sangat penting. Pertautan keduanya ini harus saling menguatkan,†kata Wapres saat membuka Indonesia Banking Expo (IBEX) 2013 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (23/5/2013) seperti dilansir laman Setkab.
Menurut Wapres, ketika berbicara tentang perbankan Indonesia, ada dua isu utama. Pertama, bagaimana memaksimalkan perbankan domestik di pasar dalam negeri. Kedua, mendorong supaya perbankan domestik bisa menggarap pasar luar negeri, khususnya ASEAN.
“Piroritas yang pertama adalah yang nomor satu sebelum yang kedua. Yaitu di pasar dalam negeri perbankan kita harus berperan dominan,” kata Wapres Boediono.
Menyinggu masalah pasar bebas Asia Tenggara yang akan dimulai pada 2015 untuk sektor non finansial dan 2020 untuk sektor perbankan dan finansial, Wapres menginginkan agar pasar dalam negeri harus tetap menjadi prioritas.
Jangan sampai Indonesia mengulangi pengalaman negara lain seperti Siprus dan Irlandia yang aset perbankan asing bisa sepuluh kali lipat dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).
“Itulah situasi ketika ekonomi suatu negeri terlalu bertumpu pada perbankan internasional sehingga sangat rawan guncangan. Ini bukan semata-mata soal share, tapi soal dukungan pada ekonomi nasional,†ujar Wapres.
Ia mengingatkan, dalam globalisasi, tak ada satu negara pun yang bisa menghindar dari berbagai gelombang dan gejolak yang terjadi di dunia saat ini, termasuk gelombang krisis.
Apalagi berbagai krisis yang terjadi di dunia seringkali masuk dari perbankan sebagai pintu masuk, apakah itu krisis finansial Asia pada 1998 atau krisis kredit perbankan pada 2008 lalu.
“Indonesia harus sangat-sangat waspada,†pesan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI). (friz)