JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM – Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Konsultan Telematika Indonesia (Aspekti), Nasfi Burhan, menegaskan ketidakmampuan Indonesia untuk menjadikan bisnis IT (Information and Technology) sebagai tuan rumah di negeri sendiri, mengakibatkan kebijakan-kebijakan pemerintah terutama terkait industri IT tidak mengalami perkembangan. Alhasil, Indonesia pun dibanjiri produk-produk asing seperti China, Malaysia, dan Amerika.
“Yang lebih memprihatinkan, Indonesia juga tidak memiliki standarisasi skill di bidang ini sehingga perusahaan-perusahaan asing yang masuk semuanya membawa konsultan dari negerinya sendiri. Sementara, orang Indonesia yang menjadi pekerjanya,” ungkap Nafsi saat ditemui citraindonesia.id, di kantornya, Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2013).
Nasfi mengakui, tidak adanya standarisasi yang menjadi acun membuat Indonesia mengalami kerugian di bidang ketenagakerjaan lantaran tenaga IT Indonesia tidak kalah hebat dengan perusahaan asing.
“Kita kalah dengan Philipina dan Thailand yang telah memiliki standar sendiri, sehingga ketika tenaga IT Thailand dan Philipina bekerja di Qatar misalnya, mereka lebih mudah diterima bekerja dibanding orang Indonesia yang harus menjalani tes lagi agar sesuai standar di Qatar,” jelas Nasfi lagi.
Ketua umum Aspekti ini mengakui, sejak bisnis IT mulai marak di Indonesia pada 2000, organisasinya telah berupaya agar Indonesia memiliki standarisasi skill di bidang IT, tapi kandas.
“Karena itu kami akan kembali berupaya bertemu dengan Kemenkoinfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi) dan pihak terkait lainnya agar standarisasi itu dapat segera ditetapkan,†tutupnya. (Rhm)