JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Seting ruang bawah tanah (RBT) adalah untuk memberikan informasi rinci kondisi air tanah terkait rencana pembangunan infrastruktur RBT, kendala dan pemecahan masalah.
Demikian dikemukakan Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, Dr. Sukhar, dalam sambutannya pada pembukaan Workshop Informasi Kondisi Air Tanah Daerah Jakarta, yang berlangsung di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (4/12/2013).
“Kendala geologi perlu untuk diketahui. Oleh sebab itu, seting RBT sangat penting untuk mengetahui kendala geologi dan pemecahannya,” kata Sukhyar.
Menurutnya, program tata ruang bawah tanah daerah DKI Jakarta, ini merupakan RBT yang pertama . Hal ini mengingat DKI Jakarta merupakan halaman depan negara, perlu cepat merespon hal yg bertalian dengan tata ruang.
“DKI Jakarta merupakan fioneer penataan tata ruang bawah tanah karena daerah ini merupakan Ibukota negara,” katanya.
Sementara, di tempat yag sama, Kepala Pusat Sumber Air Tanah Dan Geologi Li ngkungan, Kementerian ESDM Dodid Murdohardono menegaskan bahwa penurunan permukaan tanah di Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta terus meningkat.
“Penurunan permukaan tanah semakin ke selatan semakin kecil, namun semakin ke utara semakin besar. Karena di utara kita masih mendapati tanah-tanah lunak yang cukup luas sehingga natural consolidation secara alami yang menuju pemadatan,†ujarnya
Menurut dia, amblesan tanah di DKI Jakarta mempengaruhi insfrastruktur yang ada seperti bangunan dan drainase. Sebagai contoh hasil pemantauan selama 1 tahun (2011 – 2012) pada 15 titik pantau daerah, beberapa daerah telah mengalami penurunan dan yang terbesar adalah daerah Kapuk mulai dari Pejagalan hingga PIK, dengan penurunan terbesar meneapai 9,89 cm di daerah PIK dan 9,54 cm di Jalan Marina Indah, sedangkan penurunan yang terkecil di daerah Gunung Sahari sebesar 0,62 cm.
Daerah Jakarta Utara umumnya disusun oleh endapan lempung lanauan dan lanau pasiran dengan sisipan lempung organik yang memiliki kompressibilitas tinggi.Untuk mencegah laju penurunan, Pemerintah Pusat dan Daerah secara sinergis melakukan langkah-langkah sebagai berikut, melakukan penambahan resapan air kedalam tanah , untuk keperluan air bersih perlu mulai mempertimbangkan untuk mengganti penggunaan air tanah dengan mengolah air permukaan, dalam membangun konstruksi bangunan serta perencanaan tata ruang perlu mempertimbangkan adanya amblesan air tanah serta sebaran air tanah payau atau asin.
” Langkah lain adalah dengan penambahan kolam penampungan air hujan sebagai pengganti air tanah yang telah tergusur oleh pembangunan konstruksi bawah tanah dan pemulihan fungsi situ-situ di DKI Jakarta,” pungkasnya. (kani)