JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Usaha penyamakan kulit hewan tidak semudah yang dipikirkan orang sehingga dalam sekejap mata bisa mendulang banyak uang.
Tetapi semuanya tergantung Anda. Ingat! Keuletan dan kerja keras sepenuh hati adalah kata kuncinya. Atau seperti kata falsafah lawas. Berakit-rakit kehulu- berenang- renang ketepian. Bersakit- sakit dahulu – bersenang- senang kemudian.
Itulah sepintas lika-liku yang dilakoni Pengrajin Kulit Buaya, kini tengah berpameran di Plaza Industri Kementerian Perindustria Jln Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta sejak Selasa 12-15 Agustus 2014.
“Memulai usaha industri pengrajin kulit hewan ini tidak mudah, hingga mampu menyulap kulit buaya menjadi duit, semua butuh proses yang pangjang,” kata Mastri, Pengusaha Industri Kulit Hewan, melalui sambungan telepon dengan CITRAINDONESIA.COM, Jumat (15/8/2014)
Sekilas tentang awal mulainya usaha, lanjut Mastri yang asli warga Solo tersebut. Sebelum kenal dengan usaha industri kulit Buaya, aktifitas awalnya jual dan sewa CD dan DVD keliling kerumah warga sampai akhirnya punya langganan dengan pengusaha kulit buaya. Setelah itu ia diajak jual hasil industri kulit Buaya dan ternyata lebih banyak yang minat dari pada beli atau sewa CD dan DVD.
“Sejak itu punya inisiatif ingin mengembangkan industri kulit Buaya, dengan cara lebih banyak berusaha dan belajar teknis cara pembuatan, karena untuk penyamakan 1 kulit Buaya bisa mencapai Rp30 ribu, belum termasuk yang lainnya. Sekarang usaha ini sudah berjalan kurang lebih 20 tahun,” jelasnya menceritakan awalmulanya ia menekuni usahanya itu.
Untuk mendapatkan kulit Buaya itu sendiri ia mengaku tidak terlalu sulit. Ia mendapatkan kiriman dari warga Papua sana. Karena Kulit Buaya menjadi mata pencaharian warga setempat. Sementara dagingnya biasa dimakan atau di jual oleh mereka. Karena disana ada restoran khusus jual daging Buaya.
“Daging Buaya katanya sih enak, empuk dan seratnya juga tinggi. Kalau saya sih belum pernah coba makan dagingnya mbak,” imbuh sang jutawan pengrajin kulit Buaya tersebut.
Proses pembuatan produk kulit Buaya kurang lebih mencapai seminggu dan kendalanya jika penyamakan kulit gagal atau salah, kulit tersebut tidak bisa dipakai.
“Untuk penjualan tidak takut kalah bersaing, kita pemain tunggal. Yang jual produk jenis kulit Buaya saat pameran hanya kita saja. Kalau dari harga kita lebih murah, karena pembuatannya masih manual, sementara yang lain biasanya sudah menggunakan mesin. Kita juga ada websaite sendiri di www.aroboyo.com, kalau ada langganan yang mau pesan boleh,” ucapnya.
Terkait ekspor, tambahnya, kita sulit ijin untuk pasar Luar Negeri, karena hewan jenis buaya ini termasuk hewan yang dilindungi Pemerintah. Walau Buaya masih sangat banyak di daerah Papua. Bisa dikatakan sulit punahnya. Kita tidak sembarangan memanfaatkan. Yang bisa dipunahkan yang berusia  1-2 tahun atau termasuk ukuran dewasa.
“Buka industri kulit Buaya di Bali saja tidak bisa, tapi kalau sudah barang jadi boleh dijual disana. Selain Bali, kita juga pasarkan di daerah seperti Jogja, Semarang, Palembang, Batam dan daerah yang lainya, lumayan banyak yang berminat mbak,” tuturnya.
Untuk omzet penjualan selama pameran sampai hari ini di Kantor Perindustrian lebih Rp10 juta, ini katanya lumayan menguntungkan karena standnya juga gratis, kita dirujuk Pemerintah dari Papua sendiri.
“Sementara kalau di Pameran lain yang biasa berlangsung selama 5 hari, omzet bisa mencapai lebih dari Rp100 juta atau hampir sama dengan penjualan perbulannya,” pungkasnya. (pemi)