JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Salah seorang saksi yang diajukan KPU Pusat dalam sidang lanjutan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (11/8/2014), kesulitan menjawab pertanyaan majelis hakim terkait surat edaran Bawaslu menyangkut pencermatan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).
Saksi tersebut adalah Nanang Haromin, Anggota KPU Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
“Saya ingin meminta ketegasan saudara, maksud pencermatan rekomendasi Bawaslu, apa mengecek dokumen dalam kotak suara?” tanya hakim anggota MK Aswanto.
Nanang menjawab, pihaknya tidak membuka kotak suara karena pihaknya melakukan pencermatan dengan meminta klarifikasi terhadap anggota KPPS hingga PPS.
“Kami belum mencermati,” ungkapnya.
“Pencermatan yang diminta dicermati (Bawaslu) apa?” tanya Aswanto lagi.
“Kami mencermati C7, AT dan C1 Hologram,” jawab Nanang.
Aswanto langsung mengingatkan kalau dokumen-dokumen dimaksud berada dalam kotak suara. “Itu artinya (saudara) membuka kotak suara. Padahal saudara tadi mengatakan tidak membuka kotak suara,” tegas Aswanto.
Nanang tidak lantas menjawab tanggapan itu, dan Aswanto langsung menyudahi pertanyaannya.
“Sudah, sudah cukup (pemberian keterangannya),” kata dia.
Sebelum tersudut begitu, Nanang menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim MK Hamdan Zoelva dengan mengatakan bahwa pihaknya belum sempat membuka kotak suara untuk melaksanakan rekomendasi Bawaslu agar mencermati DPKTb.
“Pembukaan kotak Minggu kemarin selesai 7 malam,” katanya.
Dalam keterangannya, saksi, Nanang mengatakan terkait rekomendasi Bawaslu, pihaknya mengumpulkan KPPS sampai PPK Sidoarjo menyangkut DPKTb. “Tidak ada pemilih yang memilih lebih dari sekali,” katanya.
Dari keterangan Nanang diketahui, di Kabupaten Sidoarjo terdapat 25.081 TPS, dengan jumlah DPKTb sebanyak 10 per TPS. Terbanyak di TPS 1 Kebukiriman.
“Mengapa DPKTb besar, karena wilayahnya pemukiman padat dan industri,” dalihnya. (raf/ROL)