JAKARTA, CITRAINDOENSIA.COM- Teroris bernama Ali Ahmad alias Ali Kalora yang selalu meresahkan dan membuat murka aparat TNI dan Polri. Aksi-aksi teror dilakukan kepada warga Poso terus berlanjut dan sudah sangat meresahkan. Tapi mengapa begitu sulit melumpuhkan si jenggot tengik ini?
Terakhir ia membantai pensiunan TNI dan kemudian ditemukan jasadnya yang sudah mmebusuk oleh tim Satgas Tinombala di Pegunungan Malahena, Desa Maholo, Kabupaten Poso, Sulteng pada Jumat (14/8/2020). Danrem 132 Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf berkata, korban diduga telah dibunuh dengan sengaja oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.
Kasus ini bukan pertama kali dilakukan Ali Kalora dkk. Bisa dihitung hingga ratusan penganiayaan hingga pembunuhan yang dilakukan kelompok yang menyatakan setia kepada ISIS ini.
- TNI-Polri Buru Ali Kalora Teroris Bantai Selekuarga di Sulteng
- DPR Kutuk Keras Pembunuhan Sekeluarga di Sulteng
Contoh saja, mutilasi terhadap warga dan serangan kepada polisi terjadi di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, jelang akhir tahun 2018.
Rekam jejak Ali Kalora :
Ali merupakan teroris kelahiran Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Sebabnya ia menyematkan nama desanya tersebut di belakang namanya, dan disebut Ali Kalora.
Ali memimpin MIT setelah Abu Wardah Asy Ayarqi alias Santoso tewas dalam baku-tembak dengan Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala pada tanggal 18 Juli 2016, dan Basri ditangkap pada 14 September 2016.
Mengutip buku Ancaman Virus Terorisme: Jejak Teror dan di Dunia dan Indonesia (2017) karya Prayitno Ramelan, Ali Kalora merupakan orang kepercayaan Santoso yang sudah menebar teror sejak 2011.
Ali kerap melakukan aksi teror terhadap aparat kepolisian, termasuk peristiwa penembakan pos polisi di Palu, Sulawesi Tengah, pada pertengahan 2011.
Sebenarnya, MIT terbagi menjadi dua faksi. Faksi pertama dipimpin Santoso, sedangkan faksi kedua dikomandoi oleh Ali Kalora.
Faksi Ali Kalora ini kerap terlibat kontak senjata dengan Satgas Operasi Tinombala. Kekuasaan Ali semakin besar setelah kematian Sabar Subagyo alias Daeng Koro pada 3 April 2015.
Daeng Koro merupakan pecatan TNI-AD pada 1992 karena terlibat kasus asusila. Daeng Koro sudah melakukan aksi terorisme sejak awal 2000-an, termasuk di Poso.
Kemudian ia bergabung dengan Santoso pada 2012 sebagai penasihat sekaligus komandan lapangan MIT.
Poltak Partogi Nainggolan dalam buku Ancaman ISIS di Indonesia (2018) yang dilansir REQnews, menyebut, kematian Daeng Koro pada 2015 membuka jalan bagi Ali Kalora.
Pada 11 November 2016, istri Ali Kalora yang bernama Tini Susanti Kaduku atau Umi Fadel, ditangkap di Poso Kota. Sebelumnya, Umi Fadel selalu menemani aksi gerilya suaminya.
Ridlwan Habib, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, menilai Ali Kalora sebenarnya tidak memiliki pengaruh sekuat Santoso, yang mampu merekrut puluhan orang. (mulia)