JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Anak- anak keturun Indonesia yang bermukin di luar negeri itu cukup kreatif. Bahkan kantor- kantor perwakilannya di luar negeri mau mempromosikan peran – peran komunitasnya Jurnalis melakukan diplomasi teknologi digital di Houston, Texas, AS.
Bahwa perwakilan Indonesia di sana, menggaungkan peran para jurnalis profesional asal Indonesia pada simposium jurnalisme di University of HoustonTexas, Kamis, 26 April 2018. ‘Program sangat bagus ya. Ini juga bisa memberikan wawasan bagi para jurnalistik Indonesia ke depan sehingga mereka nanti bisa melukiskan pengalamannya di Indonesia nanti. Tapi saya melihat perkembangan media digital atau oline sekarang sangat bagus. Dan media digital zaman now di Indonesia semakin dewasa sejalan dengan perkembangan zaman. Dan mungkin saja media kompensional terpojok sehingga mereka membuat website untuk mengimbangi cepatnya perubahan informasi detik- per detik. Itulah pentingnya peran jurnalis profesional di media digital zaman now. Yang kita sayangkan adalah masih kerap terjadi kekerasan kepada wartwan, seperti dialami Wa Lone dan Kyaw Soe Oo wartawan reuters di Myanmar, bahkan dia dipenjara gara-gara meliput tragedi kejahatan kemanusiaan di sana’, ujar Oloan Mulia Siregar, wartawan cukup senior di Jakarta, Jumat (27/4/2018) menanggapi kegiatan para jurnalis itu.
- Dua Wartawan Reuters Dipenjara ‘Bela’ Rohingya
- LPSK Siap Lindungi Wartawan Korban Kekerasan Polisi Banyumas
Profesi jurnalistik adalah sangat mulia. ‘Peran media sangat digital atau online potensial dalam dunia apa saja. Kerjanya cepat hanya hitungan menit. Jadi hanya kumunitas jurnalis dan media yang bisa mengungkap tabir kelam misalnya menjadi terang, juga dengan peran media yang baik itu dipastikan mecerdaskan bangsa dan mendorong peran serta LSM mengontrol program pembangunan di segala bidang agar pemerintah transparan. Jadi semua elemen bangsa bisa mengontrol hanya lewat media’, jelasnya.
Seperti diketahui, para awak media di Houston, Texas mengikuti simposium atas inisiatif Dr. Temple Northup, Direktur Jack Valenti School of Communication UH. Bahkan hal itu mendapat dukungan sepenuhnya dari KJRI Houston.
Simposium menghadirkan narasumber Janet Steele, jurnalis AS, Konjen RI di Houston, jurnalis dan akademisi berbakat dari Indonesia, China, India, Malaysia dan AS. Sekitar 100 pengunjung dari kalangan universitas, jurnalis dan masyarakat di AS hadiri simposium bertajuk Journalism in Asia: Current Trends & Challengesdi UH Alumni Center.
‘Ini peristiwa langka dan memberikan ilmu kepada para jurnalis- jurnalis muda kita. Umumnya negara- negara banyak yang anti jurnalisme, dinilai mengganggu eksistensinya. Tapi sebagai awak media, justru ketika terjadi penghambatan langkah para jurnalis, maka para jurnalis harus lebih maju mendobraknya. Di situ berarti ada yang tidak beres, pemerintah otoriter misalnya, atau korupsi atau anti demokrasi. Itulah peran awak media. Wajib membuka tabir kelam. Tapi ingta, jurnalis profesional dan militan, tidak akan ikut hanyut atau terjebak dalam kubangan busuk para pelaku otoritarianisme atau pemerintahan korup’, tambah Bang Olo, panggilannya.
Sekedar tahu, dikutif dari laman Kemlu, Konjen RI, Dr. Nana Yuliana dengan featured remarks “Role of Digital Diplomacy in Indonesia” memaparkan bahwa pada era globalisasi ini media digital merupakan bagian integral dalam diplomasi Indonesia.
Diplomasi digital selain bertujuan diseminasi informasisecara global juga esensial dalam membangun kepercayaan publik dan berperan sebagai fungsi akuntabilitas dan transparansi publik. Instagram, twitter, facebook dan youtube menjadi sarana yang efektif dan efisien dalam suarakan diplomasi Indonesia baik dibidang ekonomi, maritim, perlindungan WNI maupun peran dalam forum internasional.
‘Saat ini Indonesia gencar kampanyekan pencalonan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019’, katanya.
Sementara itu, Janet Steele, seorang Indonesianis berbagi pengalaman riset tentang jurnalisme dan Islam di Indonesia dan Malaysia melalui paparan Journalism of Islam Contending Views in Muslim Southeast Asia.
Stelle yang juga Direktur Institute of Public Diplomacy and Global Communication George Washington University, secara khusus menulis buku tentang majalah TEMPO yang fokus pada isu politik dan budaya Orde Baru.
Dia juga bandingkan perkembangan jurnalisme di Indonesia dan Malaysia yang cenderung sulit mengeksplorasi perkembangan Islam di Malaysia karena media di Indonesia lebih terbuka.
Indonesia sangat bangga dengan kehadiran jurnalis dan akademisi muda juga berbakat dari Indonesia. Mereka adalah Devi Asmarani, editor in chief dan Hera Diani, managing editor, media online feminis Magdalene serta Prodita Sabarini, editor Conversation Indonesia, media online bersumber analisa dari akademisi dan peneliti. Dosen universitas Bhayangkara (Ubhara) Jakarta yaitu Hizkia Yosias Polimpung dan Rina Sovianti juga berbagi ilmu jurnalisme pada simposium ini.
Mereka berbagi praktik terbaik di Indonesia seputar isu Intersection of Culture & Journalism in Asia serta Trends &Challenges in Journalism Education in Asia bersama panelis dari negara Asia.
University of Houston dan Ubhara menjalin kerjasama di dibidang ilmu komunikasi sejak September 2017. Dosen Ubahara berkesempatan berikan workshop tentang penulisan artikel dan data jurnalisme kepada staf KJRI Houston sebagai bagian dari peningkatan kapasitas SDM. Simposium ini tingkatkan upaya university to university partnership dan engagement dengan media setempat guna optimalkan diplomasi publik dan diplomasi digital Indonesia di AS. (kemlu/adams)