JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil merenegosiasi kontrak gas Blok Tangguh, Papua Barat, untuk Provinsi Fujian, Tiongkok, dengan China National Offshore Oil Coorporation (CNOOC).
Keberhasilan diraih setelah proses renegosiasi yang cukup alot, yang memakan waktu hingga 1,5 tahun.
“Pada 20 Juni 2014 lalu ditandatangani kontrak baru hingga 2034,” jelas Menteri ESDM Jero Wacik dalam jumpa pers di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Ia menambahkan, dengan adanya kesepakatan renegosiasi tersebut, maka pada 2015 rumusan penetapan harga jual gas Tangguh menjadi 0,090 JCC +1,3, sehingga jika harga Japan Crude Coctail (JCC) atau harga beli minyak mentah di Jepang mencapai US$100 per barel, harga jual gas Tangguh menjadi US$10 per MM British Thermal Unit (MMBTU).
Pada 2016, lanjutnya, rumusan penetapan harga jual gas Tangguh disepakati berubah menjadi 0,105 JCC +1,5, sehingga kalau harga JCC US$100 per barel, maka harga jual gas Tangguh menjadi US$11,35 per MMBTU.
Pada 2017, rumusan penetapan harga jual gas Tangguh berubah lagi menjadi 0,110 JCC + 2,3, sehingga jika harga JCC US$100, maka harga jual gas Tangguh menjadi USD13 per MMBTU.
“Setelah 2017, tentu ada renegosiasi kembali. Begitupula dengan 2018 dan seterusnya hingga kontrak selesai pada 2034. Asumsi kita, hingga kontrak berakhir, harga jual rata -rata gas Tangguh akan jatuh pada US$12,8 per MMBTU,” imbuhnya.
Politisi Partai Demokrat ini mengklaim, dengan adanya renegosiasi tersebut, income Indonesia dari penjualan gas Tangguh meningkat dari US$5,2 miliar menjadi US$20,9 miliar atau setara dengan Rp251 triliun, hingga 2034.
“Atau rata-rata Rp12,5 triliun per tahun,” pungkasnya.
Seperti diketahui, penjualan gas Tangguh oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada 2002, sempat memicu kontroiversi karena kekayaan bumi Indonesia itu dijual dengan sangat murah. (friz)