JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Â Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku belum memiliki peraturan terkait penggunaan octane booster dimasyarakat.
Untuk diketahui octane booster adalah zat aditif yang mampu meningkatkan kadar okatan pada bahan bakar ketika dicampur dengan bensin.
Namun peredaraan zat aditif tersebut sudah marak dipasaran meski aturan mainnya belum ada. Untuk itu bagi Anda pengendara kendaraan bermotor yang berniat meningkatkan performa mesin dengan menaikkan nilai oktan pada bahan bakar minyak melalui penambahan “octane booster” sebaiknya berhati-hati.
Pasalnya, sampai saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum menetapkan standar aditif seperti apa yang layak digunakan.
“Memang regulasi itu masih sifatnya wacana, kami baru mulai membahasnya tahun ini,” ujar Muhidin, Juru Bicara Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam Seminar Forum Kajian Industri Nasional tentang Penggunaan Enhance Octan Booster Non-Oxygenated dalam Bahan Bakar Bensin, di Bidakara, Kemarin.
Kementerian ESDM sampai saat ini lanjutnya, masih terus mencari rumusan yang tepat untuk dijadikan peratuan resmi menyangkut zat aditif bensin yang beredar di pasar.
“Sampai sekarang kami masih membuka kesempatan bagi siapa saja yang ada masukan, akan kami kaji lebih lanjut ,” lanjutnya.
Pada dasarnya, ujar Muhidin, penggunaan aditif bahan bakar bertujuan untuk memelihara atau meningkatkan mutu dan kinerja BBM pada saat handling/storage maupun penggunaan dalam mesin. Karena itu, penambahan aditif BBM selain untuk memenuhi spesifikasi juga merupakan salah satu strategi pemasaran untuk menonjolkan keunggulan produknya terhadap kompetitor.
Aditif yang digunakan dalam bensin/minyak solar, katanya, harus memenuhi beberapa persyaratan di antaranya kompatibel dengan minyak mesin (tidak menyebabkan kekotoran mesin).
“Selain itu, aditif yang terbuat dari bahan yang dapat membentuk abu (ash forming material) seperti aditif yang berbahan dasar logam (organometallic) tidak diperbolehkan,” katanya.
Sejauh ini sambungnya, pengaturan penggunaan aditif untuk BBM yang berlaku saat ini adalah Peraturan Dirjen Migas Nomor 16.K/34/DDJM/1992 tentang Pengawasan Aditif untuk Bahan Bakar Minyak dan atau Pelumas yang Beredar di Dalam Negeri.
Namun, terdapat beberapa kendala pada implementasinya seiring dengan kian pesatnya kemajuan teknologi mesin kendaraan dan spesifikasi BBM sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.
“Secara konsep, aditif yang beredar di dalam negeri wajib didaftarkan kepada Ditjen Migas. Aditif yang terdaftar dapat dipasarkan dengan mencantumkan pada kemasan sekurang-kurangnya unjuk kerja teknis sesuai hasil uji laboratorium,” ujarnya. (iskandar)