JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi hingga 35,04 poin atau 0,69% sepanjang perdagangan pekan ini (Senin-Jumat).
Koreksi ini jauh lebih tinggi dibading perdagangan sepanjang pekan lalu yang hanya 1,79 poin atau 0,04%.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, penurunan itu dipicu pergerakan indeks utama yang terjerumus ke zona merah dengan penurunan terbesar dialami indeks IDX30 yang melemah 1,08%, diikuti indeks DBX yang minus 0,90%, dan LQ45 yang negatif 0,74%.
“Indeks sektoral juga mayoritas mengalami pelemahan, di mana penurunan terbesar pada indeks industri dasar mencapai 2,09%, diikuti indeks aneka industri yang anjlok 2,04%, dan indeks manufaktur yang tergerus 1,89%,” kata dia seperti dilansir sindonews, Minggu (10/8/2014).
Indeks pertambangan memimpin penguatan dengan naik 2,68%, sementarindeks properti dan perdagangan menjadi faktor penekan karena masing-masing turun 0,74% dan 0,35%.
Maraknya sentimen negatif membuat laju IHSG sepanjang pekan ini terpental ke zona merah. Meski rilis inflasi masih inline dengan pasar dan cadangan devisa mengalami kenaikan, namun kembali defisitnya neraca perdagangan dan melambatnya GDP Indonesia membuat pelaku pasar lebih memilih mengamankan posisi.
Apalagi laju bursa saham global juga melemah, sehingga menambah sentimen negatif bagi IHSG. Sepanjang pekan ini, asing masih mencatatkan nett sell Rp847,03 miliar atau anjlok dari pekan sebelumnya yang nett buy Rp1,06 triliun.
Jika dihitung sejak awal tahun (YTD) maka sampai dengan pekan kemarin posisi asing tercatat nett buy Rp54,77 triliun atau lebih rendah dari pekan sebelumnya Rp55,62 triliun.
“Laju IHSG di awal pekan sesuai dengan perkiraan kami sebelumnya, di mana meski diharapkan dapat menguat terbatas, namun tetap mewaspadai imbas sell-off dari bursa saham global seiring kurang baiknya kondisi yang ada,” tutur dia.
Laju IHSG pun memang sempat melemah seiring masih jualannya sejumlah bursa saham Asia. Di samping itu, GDP Indonesia yang dirilis lebih rendah dari periode yang sama sebelumnya maupun di bawah estimasi beri imbas negatif pada IHSG.
“Meski menurut kami, pelemahan GDP ialah wajar terjadi,” imbuh dia.
Pasalnya, hal itu seiring melambatnya ekonomi global yang berimbas pada kurang signifikannya nilai ekspor yang berujung pada defisitnya nilai transaksi berjalan dan perdagangan serta menurunnya tingkat konsumsi masyarakat sebagai imbas kebijakan BI sebelumnya.
Pelaku pasar cenderung masih melakukan aksi jual seiring pelemahan pada mayoritas bursa saham global. Apalagi sentimen dari dalam negeri berupa rilis data-data ekonomi kurang positif, sehingga menambah kepanikan pasar.
Belum lagi rupiah yang terdepresiasi dan penilaian berlebihan yang negatif atas pengajuan keberatan pemilihan presiden (pilpres) ke MK dari salah satu pasangan turut mewarnai pelemahan IHSG. (friz)