JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- RI terus berupaya mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku susu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memperbaiki alur rantai pasok bahan baku susu. Kni, transaksi antara para peternak dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) di tempat-tempat penerimaan susu (TPS) dan/atau Koperasi pada umumnya dilakukan secara manual atau konvensional.
“Sehingga banyak memakan waktu dan perlu antrian panjang yang dapat berdampak terhadap kualitas susu yang disetor oleh para peternak, terlebih lagi untuk TPS-TPS yang belum dilengkapi dengan Cooling Unit yang memadai,” ungkap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sembutannya secara virtual pada Bimbingan Teknis Transformasi 4.0 untuk Koperasi dan Tempat Penerimaan Susu (TPS), Selasa (5/4/2022).
Hal ini dapat menyebabkan harga pembelian susu menjadi tidak maksimal atau bahkan kualitas susu yang disetor tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh industri pengolahan susu.
- Making Indonesia 4.0 Industri Mamin
- Sugiono : Kita Ingin Mandiri Susu
- Fini : IPS dan Importir Susu Jangan Ragu Mitra Lokal
Kemenperin telah memacu beberapa IPS melakukan rintisan pembinaan dalam penerapan transformasi digital di TPS-TPS dan dihubungkan dengan koperasinya, antara lain di beberapa TPS di bawah Koperasi SAE Pujon Malang (binaan PT. Nestle) dan TPS-TPS di bawah KPBS Pengalengan (binaan PT. Frisian Flag Indonesia).
“TPS di kedua koperasi susu tersebut telah dilengkapi dengan timbangan digital dan peralatan pencatatan data peternak secara digital pula, sehingga proses transaksi setoran susu dapat berjalan lebih cepat dan transparan,” jelas Agus.
Melalui digitalisasi di TPS dan Koperasi, Menperin optimistis, akan berdampak positif baik bagi peternak maupun IPS. Bagi peternak, diyakini akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari peningkatan kualitas susu yang disetor dan meningkatnya transparansi yang akan meningkatkan trust peternak kepada koperasi atau industri.
Di sisi lain, IPS akan mendapatkan bahan baku susu dengan kualitas yang lebih baik sehingga akan berpengaruh terhadap produk olahan susu yang dihasilkan.
“Dari digitalisasi Koperasi dan TPS ini, lebih jauh dapat dimungkinkan untuk dilakukan kajian pemberian input (pakan dan perlakuan) vs output (produktivitas dan kualitas susu) yang dihasilkan, sehingga ke depan diharapkan dapat diketahui jenis dan komposisi pakan yang optimal untuk menghasilkan SSDN dengan produktivitas dan kualitas yang tinggi,” imbuhnya.
Saat ini, dari 949 unit TPS, terdapat 338 unit sudah memiliki Cooling Unit dan 24 unit telah melakukan digitalisasi. “Kami akan mengakselerasi untuk dapat melakukan digitalisasi Koperasi Susu dan TPS secara nasional. Sementara itu, program digitalisasi TPS, baru dapat dilakukan, apabila TPS tersebut telah memiliki Cooling Unit yang memadai,” tegas Agus. (linda)