JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Kuota tuna tangkapan Indonesia bertambah 300.000 ton pada 2013 setelah menjadi anggota penuh Regional Fisheries Management Organization (RFMO) pada 2007.
Organisasi ini memiliki lima organisasi sayap, di antaranya Western Central Pacific Tuna Fisheries Commission (WCPTFC).
“Selain kuota ditambah, suara kita didengar oleh berbagai organisasi, termasuk RFMO,” ujar Toni Ruchimat, Direktur Sumber Daya Ikan (SDI) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (15/7/2014).
Kepentingan Indonesia menjadi anggota terkait dengan kapasitas produksi tuna, karena Indonesia memproduksi 14–20% dari produksi tuna dunia yang mencapai 6,4 juta ton, atau setara dengan 1,14–2,00 juta ton. Semua negara anggota RFMO sangat respect dengan Indonesia terkait dengan besarnya produksi.
Setiap tahun ada empat pertemuan, di antaranya Scientific Committee Meeting (keilmuan) dan Compliance and Technical Committee (kepatuhan dan teknikal). Hal yang terkait dengan scientific, semua anggota menentukan berapa populasi tuna, serta stock assessment. Setiap committee terdiri dari para ahli tuna, dan menerapkan stock assessment masing-masing negara anggota.
“Yang khusus di kawasan Indian Ocean, pengelolaan jenis tertentu yaitu bluefin tuna (sirip biru). Kita punya hak suara untuk besaran kuota yang kita miliki. Organisasi menentukan pada akhirnya,” ujar Toni.
Penambahan kuota tangkapan bluefin tuna dengan operasi alat tangkap meningkat. Hal ini terbalik 180 derajat dengan capaian negara-negara anggota RFMO lainnya. Mereka mengalami penurunan kuota tangkapannya. Di sisi lain, KKP melihat perlunya pengurangan tangkapan, mengingat ada kelebihan 200 ton. Tangkapan surplus tersebut berasal dari kapal-kapal kecil yang tidak mendapat izin kegiatan penangkapan.
“Terutama di wilayah perairan Bali. Satu ekor tuna tangkapan bisa dijual seharga mobil Toyota dan Innova, sekitar Rp100 juta,” imbuhnya.
Melihat hal tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP merasa perlu untuk mendaftarkan perizinannya. Apalagi karena besar kapal-kapal kecil tersebut timpang dengan ikan yang ditangkap.
“Tuna tangkapan bisa lebih banyak dari kapalnya,” kata dia.
Konsekuensi kapal yang tidak terdaftar, ikan tangkapan dijual di pasar gelap. Sebagian nelayan juga sering menjual kepada pemilik kapal yang memiliki izin, namun risikonya harga jual menjadi lebih murah dibanding yang seharusnya. (pemi)