JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Meski mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% terhadap hasil setiap bidang usaha, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menghawatirkan nasib petani usaha kecil (UKM).
“‎Kalau memang sudah ada keputusan MK terkait penentuan PPN 10%, itu berarti sudah final. Wajib kita hargai. Kita tidak boleh mengubah, mengulangi membuat kebijakan yang sama. Kita minta ahli hukum, apa solusinya,” kata Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan, di Kantornya, Jumat (21/8/2014).
Bayu menyebutkan kekhawatirannya terkait dengan nasib para petani kita khususnya yang berpenghasilan rendah yakni di bawah 4,8 miliar atau Rp400 juta per bulan. Kelompo ini tentunya sulit membayar PPN 10%.
“Mereka (petani) bukan pengusaha kena pajak (PKP), kesederhanaan petani tidak mau mencatat pemanfaatan pupuk. PPN ada dalam harga input dan tidak bisa direstitutisi atau dikreditkan dari output,” tambahnya.
Menurutnya jika industri dalam negeri menggunakan bahan segar yang impor, bahan segar tersebut bisa kena PPN 10%.
“Yang kita telaah, misal kalau kita impor produk jadi dan bahan baku jadi sama, tidak ada insentif. Itu masalah kita untuk hilirisasi, memberi insentif bagi produsen dalam negeri untuk respons terhadap permintaan, usaha hilirisasi, kayaknya kita cermati apa solusinya setelah keputusan MA”.
Intinya kata dia Kemendag melihat ada dua hal. “Pertama insentif bagi produsen dalam negeri terhadap permintaan yang meningkat. Kedua, Â hilirisasi,” tegasnya. (pemi)