JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Menjelang Natal dan Tahun Baru 2014, pergerakan harga Sembako (sembilan bahan pangan pokok) di pasar tradisonal di Jakarta masih tergolong cukup stabil.
Sebelumnya muncul kekhawatiran terkait muntahan lahar dingin Gunung Sinabung di Tanah Karo (Sumatera Utara) yang merusak ribuan hektar tanaman sayur- mayur milik petani setempat. Dikabarkan terhenti pasokan ke pasar Kota Medan, dan bahkan ke Pasar Induk Kramat Jati (Jakarta Timur).
Berdasarkan pantauan citraindonesia.id, para pedagang sayuran di Jakarta menyatakan sampai sekarang stok sayuran masih ada dan pasokannya masih lancar.
“Belum ada sayuran yang langka. Kita biasanya dikirim dari pasar induk dan bogor,” jelas Samsiah, salah satu pedagang sayuran di pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11/2013).
Samsiah menjelaskan, harganya belum ada yang naik signifikan. Harga cabai merah Rp32.000/kg, cabai rawit Rp20.000/kg, bawang merah Rp30.000/kg dan bawang putih Rp18.000/kg. “Paling Tomat karena dia kan gampang busuk. Sekarang kita jual Rp. 18.000/kg,” lanjutnya.
Ditempat lain, Sobirin penjual berbagai jenis sembako mengaku beras merupakan bahan yang paling laku. Per karung, beras dihargai Rp400 ribu – Rp450 ribu dengan bobot 50 kg.
“Biasanya di sini banyak yang beli karungan, tapi yang eceran juga saya layani. Harga ecerannya antara Rp6800 – Rp7500 per liter,” ujarnya.
Untuk bahan sembako lain seperti telur, minyak goreng, dan terigu harganya juga masih normal. Telur ayam dijual Rp17.000/kg, minyak goreng curah Rp11.000/kg, dan terigu Rp9000/kg.
Dari pusat daging di pasar Mayestik, harga daging sapi di kisaran Rp95 ribu-Rp100 ribu rupiah untuk daging murni, daging has Rp120 ribu, dan iga sapi Rp70 ribu.
Ketika ditanya mengenai usulan sebagian warga dalam aksi boikot impor daging dari Australia, Asep (pedagang) tidak terlalu peduli.
Menurutnya, daging yang dia jual bukan daging impor, melainkan daging sapi lokal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di daerah Reni Jaya, pamulang.
“Daging yang kita jual mah daging lokal dari RPH. Daging impor biasanya dijual di supermarket besar. Kalo daging impor di stop, kasian masyarakat menengah kebawah, pasti harus mikir lagi kalo mau beli daging karena pastinya makin mahal,” jelas Asep.
Isu pemboikotan daging impor dari Australia semakin gencar terdengar karena pemerintah berencana menghentikan kerjasama Indonesia dengan Australia terkait kasus penyadapan telepon Presiden SBY, Wapres Boediono dan petinggi negara lainnya.
Sekedar diketahui, Kementerian Perdagangan telah membentuk tim stabilisasi harga kebutuhan pokok. (rivan/olo)