
CIN- Pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar baru-baru ini terkait persiapan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di 2015 dengan menitik beratkan pada kesiapan SDM perlu diapresiasi.
Dari pernyataan tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, khususnya untuk internal Indonesia.
Berikut saran Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) yang disampaikan Sekjennya Timboel Siregar ketika berbincang dengan CIN di Jakarta, Rabu (15/5/2013).
Sebelum berbicara tentangg standarisasi SDM Asean kata Timboel, seharusnya Pemerintah Indonesia sudah memiliki road map kesiapan tenaga kerja Indonesia menghadapi MEA 2015. Jangan sampai pekerja Indonesia hanya jadi “penonton” di negeri sendiri, kalah bersaing dengan pekerja-pekerja dari negara Asean sendiri, apalagi dengan SDM dari negara-negara di luar ASEAN.
“Saya duga kuat Kemenakertrans belum memiliki road map kesiapan pemerintah menghadapi MEA. Kalaupun sudah ada, selama ini Kemenakertrans tidak mensosialisasi hal-hal tsb,†ujarnya.
Penekanan standarisasi SDM dengan menitikberatkan pada kompetensi, keahlian dan ketrampilan harus didukung oleh kesiapan infrastruktur penunjang dan dana. Untuk itu, Cak Imin harus juga bekerja keras meningkatkan anggaran di APBN untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kerja kita, termasuk juga alokasi untuk peningkatan kuantitas dan kualitas BLK saat ini.
Dengan adanya MEA ini sudah seharusnya pemerintah cq. Kementerian Pendidikan Nasional lebih memprioritaskan pendidikan kejuruan dibandingkan pendidikan umum. Dana 20% APBN untuk pendidikan harus lebih memfokuskan pada penciptaan tenaga kerja yang berkualias dan siap kerja, melalui pendidikan kejuruan (seperti STM, SMEA, dsb).
Terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, momentum MEA 2015 ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pemerintah Indonesia untuk meminta komitmen dan kerja riil dari negara-negara Asean sebagai Receiving Countries (seperti Malaysia dan Singapura) untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di sana.
Dengan momentum MEA ini juga, Khusus untuk pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS di Indonesia di tahun 2014, dimana pekerja asing (yang bekerja minimal 6 bulan di Indonesia)Â juga menjadi subyek yang dilindungi oleh sistem jaminan sosial di Indonesia (baik jaminan kesehatan, kematian, kecelakaan kerja, JHT dan pensiun) maka pemerintah Indonesia harus meminta kepada negara-negara ASEAN lainnya agar juga melibatkan dan mengikutsertakan tenaga kerja Indonesia dalam sistem jaminan sosial di negara-negara ASEAN tersebut.
“Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk riil perlindungan yang signifikan untuk Tenaga kerja Indonesia di luar negeri,†katanya.
Timboel berharap pemerintah mau bekerja keras untuk persiapan MEA ini, jangan sampai ketidaksiapan pemerintah menjadi bumerang bagi pekerja Indonesia sendiri. “Pengalaman kita pada persiapan implementasi CAFTA tahun 2010 lalu membuat kalahnya industri dalam negeri menghadapi produk-produk dari China,†ungkapnya. (iskandar)