JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Indonesia masih harus menghadapi sejumlah tantangan dalam mengembangkan rancang bangun dan rekayasa industri, untuk dapat bersaing di tingkat global.
“Ada beberapa tantangan, seperti munculnya raksasa ekonomi baru, negara-negara yang aktivitas ekspornya berkembang pesat, dan pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada 2015,” ungkap Wakil Menteri (Wamen) Perindustrian Alex Retraubun di sela-sela acara Penganugerahan Perekayasa Utama Kehormatan (PUK) yang diselenggarakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Rabu (20/8/2014).
Ia menyebut, raksasa ekonomi baru dimaksud adalah China dan India, sementara negara dengan aktivitas ekspor berkembang pesat adalah Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Namun demekian ia menilai, tantangan-tantangan ini, juga semangat “pemerataan kue nasional” yang digerakkan oleh sumber saya domestik, dapat mendorong Indonesia untuk tumbuh menjadi negara industri maju baru pada 2025.
Waspadai China dan India
Pada kesempatan yang sama, penerima penghargaan PUK, Dr Honoris Causa Hartanto Sastrosoenarto, mengungkapkan, dari semua negara kompetitor, China dan India adalah negara-negara yang paling harus diwaspadai, karena kedua negara itu telah mampu membuat dan menjual murah beragam alat yang dibutuhkan untuk rancang bangun industri strategis, seperti turbin, pipa, generator, travo, dan sebagainya.
“Sedang Indonesia selama ini bahkan masih belum mampu membuat turbin dan alat-alat berfungsi putar lainnya, sehingga banyak yang masih harus diimpor,” jelasnya.
Rancang bangun dan rekayasa industri mencakup kemampuan untuk membangun sebuah pabrik, baik dari segi sipil maupun arsitekturnya, serta barang modal dan peralatan pabrik yang dibutuhkan.
Indonesia sebenarnya pernah memenangkan tender rancang bangun industri. Contohnya adalah PT Petrokimia Gresik yang pernah membangun pabrik pupuk amonia di Malaysia dan Brunei serta aluminum florida di Hubai. Sayangnya, hal ini tidak berkembang.
Menurut Menteri Perindustrian pada 1983-1993 ini, jika kemampuan Indonesia dalam rancang bangun dan rekayasa industri tidak ditingkatkan, Indonesia bakal ketinggalan meski peluang untuk mengembangkan kemampuan di bidang ini sangat besar.
“Selama ini, rancang bangun industri hanya menjadi “mainan” Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Italia, Denmark, dan Jerman,” pungkasnya. (pemi/mila)