JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Tren pertumbuhan ekonomi Jepang menyusut pada tingkat tercepat dalam lima tahun pada akhir 2019, karena terkena kenaikan pajak penjualan, topan besar dan permintaan global yang lemah.
“Produk domestik bruto tahunan (GDP) turun jauh lebih curam dari yang diperkirakan 6,3% pada Oktober-Desember,” lapor bbc dikutif Selasa (18/2/2020).
- Defisit Neraca Perdagangan Jepang Oktober 2018 USD 4 Miliar
- Surplus US$ 27 Miliar Neraca Perdagangan Jepang Tahun 2017
Menurutnya, selain penurunan itu, ada juga kekhawatiran wabah virus corona atau Covid-19 akan berarti penurunan terus kuartal ini.
Itu telah menimbulkan kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar ketiga di dunia itu akan jatuh ke dalam resesi.
Pengeluaran konsumen Jepang turun 2,9% setelah pajak penjualan negara dinaikkan pada bulan Oktober 2019 menjadi 10% dari 8%. Pada bulan yang sama Topan Hagibis menghantam sebagian besar negara Sakura.
Kuartal terakhir, belanja modal turun 3,7% dan ekspor tergelincir 0,1% di tengah perang perdagangan AS-Cina yang sedang berlangsung.
Investor sekarang mengamati untuk melihat apakah ekonomi akan pulih setelah Covid-19 memaksa Cina menutup pabrik menyebabkan penurunan jumlah wisatawan Tiongkok mengunjungi Jepang.

Menanggapi data hari ini menteri ekonomi Yasutoshi Nishimura mengatakan pemerintah Jepang siap untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menangani dampak wabah virus korona terhadap ekonomi dan pariwisata.
Pada bulan Desember, pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe menyetujui pengeluaran $ 120 milyar yang ditujukan untuk meredam dampak kenaikan pajak penjualan.
Penyusutan PDB adalah yang pertama dalam lebih dari setahun dan terbesar sejak penurunan 7,4% pada tahun 2014, terakhir kali Jepang menaikkan pajak penjualannya. (mulia)