JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Kasus dumping Terigu impor (dijual lebih murah di negara tujuan ekspor dari harga jual di negara asal) seakan tiada akhir.
Kasus ini terus berulang- ulang- malah makin deras, terigu India dan Srilangka pun ikut- ikutan. Menambah keras bunyi “lonceng kematian industri terigu nasional”.
Jika saja dulu Menteri Keuangan saat dijabat Sri Mulyani Indrawati, menghukum produsen Trigu asal Turki, kasus ini diyakini tidak akan terulang kembali seperti sekarang.
Yakni, menghukum keras pelakunya. Mengenakan tariff bea masuk (BM) tinggi produsennya di negara asal. Karena merugikan pengusaha Terigu lokal, sebut saja salah satunya PT Bogasari, produsen Terigu cap Segitiga Biru di kawasan Jakarta Utara.
Pengenaan tarif BM tinggi keputusan Ketua KADI, Halida Miljani, sebernya kala itu adalah final. Itu sudah direkomendasi Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu ke Mekeu Sri Mulyani.
Namun apa yang terjadi? Finalti atau BMTPS (bersifat sementara) itu lenyap ditelan bumi. Bikin pengusaha klengar. Konon itu begitu Presiden Turky Abdullah Gul bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada 2011 lalu.
Ada yang bilang kala itu SBY tidak mengangkat isu kotor dumping perdagangan Terigu. Padahal momen langka itu diharapkan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) agar Presiden SBY mendesak Presiden Abdullah Gul penghentian pratek kotor dumping diharamkan WTO (World Trade Orbanization.
Parahnya, konon alasan penghentian kasus itu (dalam istilah hukum formal ya semacam SP3), karena Presiden Turki kepada Presiden SBY mengatakan pengusaha dari negaranya investasi di tanah air. Tapi entahlah realisasinya.
Yang jelas atas ketidakkonesistenan pemimpin negeri inilah, yang kini dituai pengusaha kita. Arus impor terigu dumping kian mengalir deras. Negeri ini pasar subur pproduk asing. Pengusaha galau.
Parahnya praktek dumping perdagangan terigu, tidak lagi  sebatas dari  Turki, Melainkan ikut- ikutan terigu impor asal India dan Srilangka. Jumlah importasinya… berton-ton.
Bahkan dikhawatirkan ke depan negara lainnya beramai- ramai berkubang di kotoran dumping.
Sekedar tahu, tahun lalu pemerintah pernah tegas, yakni Penetapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) 20% atas tepung gandum impor.
Hal – hal seperti itulah yang diharapkan pengusaha lokal affirmatif (keberpihakan) pemerintah memprotek bisnis tersebut.
Atas kegalauan itu pulalah, memaksa Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia (APTINDO), Ratnasari Loppies mengajukan petisi ke Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan, Ernawati, baru- baru ini.
Kepada CITRAINDONESIA.COM, Ratnasari Loppies melalui pesan singkat “Sebebarnya sudah masuk (dokumennya). Tapi masih dilengkapi,†ungkapnya.
Ditanya berapa banyak dari mana  Terigu impor terindikasi dumping, Ratna bilang “Belum final. Masih kami lengkapi.  Terigu Srilangka, Turki dan India,†jelasnya seraya mengatakan akan terus berjuang demi kelangsungan hidup industry terigu nasional dan tenaga kerjanya.
Secara terpisah, Ketua KADI, Ernawati kepada media ini memang mengakui APTINDO kemarin memasukkan dokumennya.
“Tapi belum lengkap. Mereka (APTINDO) harus melengkapi dulu. Saya menganggap kalau belum lengkap datanya, itu sama dengan belum masuk,†imbuhnya.
Namun Ernawati mengaku pihaknya akan professional menangani kasus itu, “Jika terbukti dumping kita kenakan tariff BM yang sesuai. Karena itu merugikan pengusaha kita,†pungkasnya.
Menteri Pertanian RI Suswono saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Selcuk, Konya, Turki, Rabu (28/5/2014), mengatakan tahun 2013, impor Indonesia untuk produk hasil dari Turki sekitar $ 88,6 juta, yakni Tembakau dan Gandum.
Impor Turki dari Indonesia periode sama $ 476,3 juta. Indonesia surplus $388 juta.(olo)