• Latest
  • Trending
Neraca Perdagangan China Defisit USD 9 Miliar, Kali Pertama Dalam 3 Tahun

CORE ECONOMIC OUTLOOK 2021

2 months ago
Chan Chun Sing : Manufaktur Singapura Tumbuh 50 Persen

Chan Chun Sing : Manufaktur Singapura Tumbuh 50 Persen

7 hours ago
China Bangun 4000 Kamar Pusat Karantina Covid-19

China Bangun 4000 Kamar Pusat Karantina Covid-19

7 hours ago
TNI Donor Darah Untuk Ibu Hamil

TNI Donor Darah Untuk Ibu Hamil

7 hours ago
Malaysia 3.048 Kasus Baru COVID-19

Malaysia 3.048 Kasus Baru COVID-19

7 hours ago
Justin Bieber “Saya Ditangkap”

Justin Bieber “Saya Ditangkap”

8 hours ago
Sembako Untuk Korban Banjir Paniai

Sembako Untuk Korban Banjir Paniai

8 hours ago
Lee Jae-yong Penjara 2,5 Tahun

Lee Jae-yong Penjara 2,5 Tahun

8 hours ago
Calon Kapolri Hadirkan Polisi Virtual

Presiden Lantik Komjen Listyo Sigit Sebagai Kapolri Rabu 27 Januari

13 hours ago
Mulai 7 April, KRL Batasi Jam Operasional

Uji Coba KRL Jogja-Solo, Tarifnya Hanya Bayar Rp 1

13 hours ago
Mantan Direktur Garuda Indonesia Hadinoto Segera Disidang

Eks Direktur Garuda Indonesia Didakwa Terima Suap dan Pencucian Uang

13 hours ago
Tuesday, January 26, 2021
  • Login
Citra Indonesia
  • HOME
  • EKUIN
  • NASIONAL
  • INTERNASIONAL
  • KESRA
  • METRO
  • HIBURAN
  • PARIWISATA
  • SPORT
  • EKSEKUTIF
No Result
View All Result
  • HOME
  • EKUIN
  • NASIONAL
  • INTERNASIONAL
  • KESRA
  • METRO
  • HIBURAN
  • PARIWISATA
  • SPORT
  • EKSEKUTIF
No Result
View All Result
Citra Indonesia
No Result
View All Result
Home Breaking News

CORE ECONOMIC OUTLOOK 2021

Building a Speedy and Sustained Recovery

SUMURA by SUMURA
20-11-2020
in Breaking News, Keuangan
0
Neraca Perdagangan China Defisit USD 9 Miliar, Kali Pertama Dalam 3 Tahun

Pelabuhan ekspor impor barang China, photo cdn.techjuice.pk.

504
SHARES
1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

TAHUN 2021 merupakan tahun krusial yang amat diharapkan oleh masyarakat Indonesia untuk menjadi tahun pemulihan ekonomi, paska keterpurukan akibat serangan pandemi Covid-19 pada 2020. CORE Indonesia (CI) melihat peluang besar bagi ekonomi Indonesia untuk membalikkan kondisi resesi pada tahun ini menjadi tumbuh positif pada kisaran 3 – 6 persen pada tahun 2021. Lebarnya rentang potensi pertumbuhan ini tidak terlepas dari kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhi sejauh mana ekspansi ekonomi Indonesia akan terjadi pada tahun depan. Kondisi tersebut sangatlah berbeda dengan pola pergerakan ekonomi pra-pandemi yang relatif lebih stabil.

Menurut CORE Indonesia, ada sejumlah faktor penting yang akan mempengaruhi tingkat pemulihan ekonomi pada 2021 dan juga tahun-tahun berikutnya, yaitu tren perkembangan pandemi Covid-19, adaptabilitas masyarakat dalam menghadapi pandemi, kecepatan penemuan dan pendistribusian vaksin, efektivitas implementasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta ada tidaknya terobosan kebijakan yang mendorong reformasi dan transformasi ekonomi untuk pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya akan mencapai batas bawah tiga persen pada tahun depan apabila terjadi kondisi sebagai berikut. Pertama, tingkat penularan wabah Covid-19 yang mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan menjelang akhir 2020 kembali meningkat pada tahun 2021 (second wave). Kedua, proses distribusi vaksin Covid-19 berjalan lamban dan belum dapat diakses secara masal hingga semester kedua 2021. Ketiga, tingkat keyakinan masyarakat kalangan menengah dan atas untuk berbelanja belum sepenuhnya pulih yang menyebabkan masih terbatasnya ekspansi sejumlah sektor ekonomi. Keempat, respons kebijakan pemerintah terutama program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjalan lamban dan kurang efektif.

  • “Rajawali Kepret” : “Mas @jokowi, mau dibawa kemana RI ?
  • IMF: Pemulihan Ekonomi Kehilangan Momentum
  • Alasan BI Pangkas Suku Bunga Acuannya

Namun, ekspansi ekonomi tahun depan berpotensi lebih cepat hingga mencapai enam persen apabila beberapa asumsi berikut terpenuhi. Pertama, penularan wabah Covid-19 secara konsisten mereda pada 2021. Kedua, pendistribusian vaksin Covid-19 berjalan lancar dan dapat diakses secara masal pada semester kedua 2021. Ketiga, masyarakat semakin dapat beradaptasi terhadap pandemi dan tingkat keyakinan masyarakat kalangan menengahatas untuk berbelanja pulih dengan cepat. Kondisi tersebut juga didukung oleh respons kebijakan pemerintah yang cepat dan efektif, tidak hanya terbatas pada yang bersifat jangka pendek, tetapi juga terobosan kebijakan yang mendorong reformasi dan transformasi ekonomi untuk pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Pemulihan Ekonomi Global
Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan yang luar biasa besar pada perekonomian global, terparah setelah Perang Dunia Kedua. Kebijakan pemerintah di banyak negara yang melakukan pembatasan sosial, termasuk menutup pusat-pusat perbelanjaan dan menghentikan operasional beberapa moda transportasi, dan sikap masyarakat yang mengurangi kegiatan di luar rumah, mengakibatkan konsumsi masyarakat turun tajam.

Berhentinya kegiatan bisnis tidak hanya menurunkan pendapatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan. Pandemi juga telah mengakibatkan investasi dan kegiatan produksi melambat, baik akibat turunnya permintaan, berkurangnya partisipasi tenaga kerja, dan terganggunya supply chain. Purchasing Manager Index (PMI) beberapa negara turun tajam selama pemberlakuan lockdown pada semester pertama 2020 meskipun kembali tumbuh pada semester kedua.

Meskipun demikian, proses pemulihan ekonomi global mulai terjadi pada semester kedua setelah tingkat kepercayaan investor meningkat sejalan dengan bergeraknya kembali perekonomian pasca pelonggaran pembatasan sosial. Perdagangan global yang mengalami tekanan pada semester pertama 2020, kembali mengalami rebound pada semester kedua, meskipun belum sekuat sebelum masa pandemi. Meskipun demikian, perdagangan barang-barang yang berkaitan dengan penanganan pandemi, seperti produk alat-alat kesehatan dan farmasi dan produk-produk yang mendukung kegiatan bekerja dari rumah, seperti peralatan informasi dan telekomunikasi, justru tumbuh pesat. Perdagangan global yang melambat juga dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa harga komoditas.

Harga minyak Brent, misalnya, sempat turun di bawah level US$ 20 per barrel, akibat supply yang terus meningkat di saat permintaan turun sangat tajam, di samping beberapa faktor lainnya, seperti ketegangan politik di kawasan Timur Tengah dan ‘perang minyak’ antara negara-negara produsen. Namun, pada kuartal ketiga, perdagangan global pada beberapa produk mulai mengalami rebound. Harga beberapa komoditas mulai merangkak naik sejalan dengan mulai meningkatnya permintaan global.

Perekonomian global pada tahun 2021 masih akan diselimuti awan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 meskipun akan lebih rendah, sejalan dengan penemuan vaksin yang menjadi salah satu faktor yang dapat membantu menekan perkembangan pandemi tersebut. Hingga saat ini, prospek perkembangan kasus Covid-19 menunjukkan pergerakan yang masih sulit untuk ditebak. Negara-negara besar, seperti Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman, yang sebelumnya mampu menekan penyebaran pandemi tersebut, kini harus menghadapi gelombang kedua, dengan jumlah tambahan kasus harian yang jauh lebih besar. Bahkan, Amerika Serikat hingga saat ini menghadapi pertumbuhan kasus harian yang sangat signifikan. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Tiongkok, dampak dari keberhasilan negara itu menangani pandemi Covid-19, belum sepenuhnya solid, sebab berbagai negara yang menjadi mitra dagang dan investasi negara itu masih berkutat dalam penanggulangan pandemi Covid-19.

Pada spektrum lainnya, perekonomian global masih menghadapi serangkaian ketidakpastian dari sisi politik ekonomi. Joe Biden, yang menang dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat digelar 3 November 2020, berpotensi mengubah pendekatan Amerika Serikat terhadap negara mitra dagang, meskipun perang dagang dengan Tiongkok dan beberapa negara lainnya tidak serta merta mereda dalam waktu cepat. Di sisi lain, negosiasi Brexit oleh PM Inggris Alexander Boris de Pfeffel Johnson atau Boris Johnson, yang belum menemui titik terang, berpeluang menghambat investasi dan arus perdagangan. Hal-hal tersebut membuat prospek pemulihan ekonomi tahun depan belum akan tumbuh secara signifikan.

Kepercayaan Kelas Menengah-Atas Kunci Pertumbuhan Konsumsi
Konsumsi swasta, yang menjadi motor utama ekonomi Indonesia, mengalami tekanan paling dalam selama tahun
2020 akibat kasus pandemi yang terus meningkat. Pada kuartal kedua dan ketiga, konsumsi swasta mengalami kontraksi masing-masing sebesar 5,5 dan 4 persen. Penurunan terdalam terjadi pada konsumsi yang berkaitan dengan leisure, yaitu sektor transportasi dan pergudangan dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.

Secara kumulatif tiga kuartal pertama, kedua sektor tersebut terkontraksi masing-masing sebesar 15,6 dan 10,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan sosial dan perilaku masyarakat, khususnya kelas menengah atas, yang mengurangi kegiatan ekonomi untuk mencegah penularan Covid-19, menjadi penyebab utama penurunan konsumsi seluruh golongan pendapatan. Golongan pendapatan menengah atas, yang berkontribusi 82 persen terhadap total konsumsi masyarakat, cenderung menahan belanja mereka. Salah satu indikasi perilaku delayed purchase golongan menengah terlihat dari  pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di perbankan yang mengalami peningkatan.

Sementara itu, golongan pendapatan bawah mengalami penurunan daya beli sejalan dengan turun atau bahkan hilangnya pendapatan mereka selama masa pandemi. Sepanjang Februari-Agustus 2020, sebanyak 2,56 juta penduduk kehilangan pekerjaan karena Covid19. Namun, tekanan terhadap konsumsi golongan pendapatan bawah sedikit tertolong oleh Bantuan Sosial pemerintah melalui PEN, baik dalam bentuk transfer barang, uang, dan pemberian subsidi.

Oleh karena itu, pemulihan ekonomi pada 2021 akan ditentukan oleh pemulihan kepercayaan konsumen menengah atas. Tingkat kepercayaan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, terutama penurunan penularan dan fatality rate pandemi Covid-19, tingkat adaptasi masyarakat terhadap pandemi, serta proses vaksinasi. Meningkatnya kepercayaan tersebut akan mendorong peningkatan belanja barang dan jasa yang tertahan selama tahun 2020, terutama barang-barang tahan lama (durable goods) dan konsumsi leisure.

Peran Sentral Belanja Pemerintah Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Belanja pemerintah diharapkan dapat memainkan peran sentral dalam mendorong laju perekonomian pada tahun 2021. Oleh karena itu, kebijakan fiskal masih didesain ekspansif. Defisit anggaran ditetapkan sebesar 5,7 persen dari PDB dan komponen belanja pemerintah dalam PDB diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 3-4 persen. Di antara rencana belanja yang menonjol adalah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih berlanjut pada tahun depan. Belanja Pegawai juga tumbuh sebesar 64 persen, mengakomodasi kebutuhan pemberian dana untuk gaji ke-13 dan THR yang tidak tersalurkan secara utuh pada tahun 2020. Selain itu, Belanja Barang juga naik 32 persen setelah sempat terpotong akibat realokasi anggaran pada tahun 2020.

Namun, masih ada sejumlah tantangan yang kemungkinan harus dihadapi dalam kebijakan belanja pemerintah pada tahun depan. Pertama, lambatnya realisasi belanja, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang ditandai dengan penumpukan belanja pada periode akhir tahun anggaran. Kedua, anggaran yang tidak terserap masih akan cukup tinggi sehingga akan mengurangi manfaat APBN bagi perekonomian, terutama belanja yang memiliki efek pengganda yang besar. Ketiga, ketidaktepatan penyaluran anggaran, terutama penyaluran anggaran bantuan sosial dan subsidi, yang antara lain disebabkan oleh basis data yang belum sepenuhnya update.

Keempat, potensi rendahnya pendapatan pemerintah, terutama dari pos perpajakan, akan mendorong pemerintah mengerem belanja untuk mencegah pelebaran defisit. Belajar dari pengalaman krisis sebelumnya, seperti krisis keuangan global 2008, penerimaan perpajakan memerlukan waktu recovery yang relatif lebih lama dibandingkan dengan proses pemulihan ekonomi. Apalagi, pada tahun depan, pemerintah berencana untuk kembali memberikan insentif pajak sehingga shortfall penerimaan pajak akan kembali terjadi. Tahun ini pertumbuhan penerimaan perpajakan diproyeksikan mengalami kontraksi hingga 20 persen.Meskipun demikian, jika pemerintah kembali mendorong Bank Indonesia untuk terlibat dalam pembiayaan fiskal, sebagaimana tahun ini, maka tekanan atas ruang fiskal dan kesinambungan fiskal akan relatif rendah. Apalagi, dibandingkan dengan negaranegara lain yang setara, keterlibatan Bank Indonesia dalam membeli surat utang pemerintah masih relatif kecil.

Pertumbuhan Investasi Mengikuti Tren Pemulihan Domestik
Prospek ekonomi yang turun tajam sepanjang tahun 2020 menyebabkan aktivitas penanaman modal ikut tertekan, bahkan lebih besar dibandingkan dengan konsumsi swasta dan belanja pemerintah. Sepanjang tiga kuartal pertama 2020, penanaman modal tetap bruto mengalami kontraksi 4,5 persen (yoy), terutama investasi mesin dan perlengkapan dan investasi kendaraan yang masing-masing turun 13 dan 15,3 persen.

Pada tahun 2021, investasi diperkirakan akan kembali tumbuh positif di kisaran 3-4 persen. Investor di sektor swasta masih menyesuaikan dengan permintaan domestik yang diperkirakan belum sepenuhnya pulih akibat pandemi, meskipun proses vaksinasi diperkirakan telah berlangsung di Indonesia. Kalaupun terjadi peningkatan permintaan, baik domestik maupun ekspor, kapasitas terpasang saat ini masih cukup untuk memenuhi kenaikan  permintaan tersebut. Sementara itu, realisasi belanja modal pemerintah diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan alokasi belanja modal pada APBN 2021 yang ditetapkan Rp250 triliun, naik 82 persen dari alokasi tahun 2020 yang mencapai dari Rp137 triliun. Peningkatan ini didorong oleh rencana pemerintah untuk mendorong investasi pemerintah khususnya untuk proyek-proyek yang tertunda pada tahun ini.

Sementara itu, BUMN diperkirakan belum akan melakukan ekspansi secara agresif pada tahun mendatang akibat kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih dan sebagian BUMN, khususnya BUMN Karya, memiliki liabilitas yang meningkat cukup tinggi, sehingga alokasi belanja modal mereka masih akan cenderung konservatif.

Namun, di tengah tren perlambatan investasi nasional selama pandemi, beberapa industri manufaktur di Indonesia justru mengalami peningkatan, khususnya industri logam dasar, kimia dasar, dan farmasi. Peningkatan investasi tersebut, antara lain, disebabkan oleh rangsangan kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi sektor pertambangan, termasuk pembangunan smelter. Selain itu, kebutuhan pengobatan dan pelayanan kesehatan yang meningkatkan akan mendorong peningkatan investasi pada industri kimia dan farmasi. Pertumbuhan sektor-sektor tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut pada tahun 2021.

Penyempitan Surplus Perdagangan
Kinerja ekspor pada 2020 mengalami tekanan akibat penurunan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor dan penurunan harga sejumlah komoditas primer andalan Indonesia. Meskipun demikian, harga beberapa komoditas andalan ekspor mulai meningkat akibat pemulihan sebagian negara mitra dagang. Pada kuartal III-2020, ekspor non-migas ke Tiongkok naik 7,9 persen. Demikian pula, ekspor ke ASEAN dan Amerika Serikat naik masingmasing sebesar 8,6 persen dan 4,9 persen. Selain itu harga komoditas juga mengalami kenaikan, seperti besi baja, pulp, kayu, kertas, dan karet. Sementara itu, impor mengalami tekanan akibat pandemi, sejalan dengan penurunan aktivitas produksi dalam negeri. Penurunan paling tajam terjadi pada impor bahan baku/penolong dan barang modal, yang masing-masing turun sebesar 19,7 persen dan 20,3 persen. Oleh sebab itu, rendahnya impor pada tahun 2020, menyebabkan surplus berpotensi mencapai 17 miliar USD, atau terbesar selama 10 tahun terakhir.

Pada 2021, ekspor diperkirakan tumbuh lebih tinggi, sejalan dengan pemulihan ekonomi global, termasuk negaranegara mitra dagang Indonesia. Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, diperkirakan akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang cenderung bertolak belakang dengan kebijakan Donald Trump, di antaranya menurunkan tensi perang dagang dan hambatan perdagangan. Konsekuensinya, volume perdagangan dunia yang tertekan akibat konflik tersebut akan kembali meningkat, sehingga akan berdampak pada peningkatan ekspor Indonesia.

Meskipun demikian, pertumbuhan impor diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor, sehingga surplus perdagangan diperkirakan akan menyempit pada 2021. Pemulihan ekonomi dalam negeri dan peningkatan permintaan ekspor akan mendorong peningkatan impor bahan baku/penolong dan barang modal. Impor migas juga diperkirakan kembali meningkat, mengikuti peningkatan harga minyak minyak dunia, yang dipicu oleh permintaan global terhadap sumber energi yang kembali mengalami rebound, meskipun akan relatif tipis mengingat masih tingginya tingkat persediaan minyak global dan surplus produksi minyak mentah.

Kebijakan Moneter yang Lebih Longgar
Perekonomian global pada tahun 2021 diperkirakan masih dalam proses pemulihan, didukung oleh kebijakan moneter dan fiskal di banyak negara maju yang bersifat ekspansif dengan suku bunga rendah mendekati nol persen. Kondisi ini menyebabkan likuiditas global masih akan terus berlimpah. Adanya ekspektasi bahwa pandemi akan bisa berakhir pada tahun 2021 berpotensi mendorong aliran modal mengalir ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dengan demikian, IHSG dan nilai tukar Rupiah secara bertahap berpotensi menguat dibandingkan dengan tahun ini.

Rupiah yang stabil, didukung inflasi yang masih akan stabil rendah, membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan moneter yang longgar dengan suku bunga acuan yang lebih rendah. Dengan demikian, Bank Indonesia berpeluang kembali menurunkan suku bunga acuan maksimum 50 bps dan akan membawa suku bunga acuan ke level 3,5 persen, terendah sepanjang sejarah kebijakan moneter di Indonesia.

Dengan asumsi skenario pesimis, pelaksanaan vaksinasi berjalan lambat dan pandemi belum bisa berakhir pada tahun 2021, bahkan kasus Covid-19 meningkat sehingga mendorong terjadinya pengetatan PSBB kembali, pemburukan di sektor riil diperkirakan akan terjadi, yang kemudian merambat ke sektor keuangan. Indikatorindikator sistem perbankan akan mulai memburuk, tingkat Non-Performing Loan (NPL) berpotensi melonjak melewati batas psikologis lima persen. Pemburukan pada kualitas kredit selanjutnya akan mempengaruhi tingkat keuntungan serta menggerus modal. Sebaliknya, dengan asumsi skenario optimis, pandemi akan berakhir pada triwulan ketiga 2021 dan perekonomian akan berangsur pulih lebih cepat, sehingga akan mendorong penguatan kembali sektor perbankan.

Reformasi dan Transformasi Ekonomi untuk Pemulihan yang Berkelanjutan
Langkah dan kebijakan yang diambil untuk memulihkan ekonomi pada tahun 2021 tidak hanya akan mempengaruhi perekonomian dalam jangka pendek, tetapi juga akan menentukan struktur ekonomi Indonesia dalam jangka menengah dan panjang. CORE Indonesia memandang kondisi resesi ekonomi pada tahun 2020 ini seharusnya dimanfaatkan untuk melakukan reformasi dan transformasi ekonomi agar dapat tumbuh lebih kokoh,
berkelanjutan, dan lebih tahan terhadap guncangan krisis dalam jangka waktu yang lama. Apalagi, Indonesia saat
ini berada pada fase yang mendekati puncak bonus demografi, yang artinya kesempatan (windows of opportunity) untuk melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi semestinya terbuka lebar.

Oleh sebab itu, terobosan-terobosan kebijakan harus dilakukan tidak hanya untuk pemulihan ekonomi dalam jangka pendek saja. Revitalisasi dan pendalaman industri manufaktur, termasuk strategi penguatan ke hulu (backward) maupun ke hilir (forward), harus dipercepat. Di antara terobosan kebijakan tersebut adalah mengembangkan industri turunan untuk komoditas yang pasokannya melimpah di dalam negeri, seperti minyak sawit, karet, kakao, dan kelapa. Strategi substitusi impor juga perlu dikembangkan untuk produk-produk yang selama ini memiliki ketergantungan impor yang tinggi, seperti obat-obatan dan tepung terigu, dengan bahan baku alternatif yang terdapat di dalam negeri. Langkah-langkah tersebut semestinya juga sejalan dengan upaya penciptaan lapangan kerja yang sangat dibutuhkan dalam masa pemulihan ekonomi.

Strategi pengembangan UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional juga sangat vital dalam mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan pada masa mendatang. Program-program bantuan untuk UMKM semestinya tidak hanya terfokus pada aspek pembiayaan, tetapi juga dengan memperkuat pendampingan teknis, membangun keterkaitan (linkage) dengan usaha besar, dan memfasilitasi mereka untuk memperoleh akses pasar yang lebih luas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor.

Dari sisi perdagangan internasonal, strategi untuk ekspansi ekspor ke pasar-pasar baru yang non tradisional seperti ke negara-negara di kawasan Afrika, Amerika Latin dan Asia Tengah, juga perlu dipercepat. Strategi ini juga dibutuhkan untuk mengurangi ketergatungan dan konsentrasi ekspor pada pasar tradisional yang masih relatif tinggi.

Tahun 2020 ini juga memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa potensi guncangan terhadap ekonomi sangat mungkin berasal dari faktor-faktor di luar ekonomi, seperti pandemi, bencana alam, perubahan iklim, dan lain-lain. Oleh sebab itu, untuk membangun ekonomi yang lebih kokoh dan tahan guncangan dalam jangka yang lebih lama, reformasi dan transformasi dalam pembangunan ekonomi juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan dimensi yang lebih luas, baik dimensi sosial budaya, lingkungan hidup, maupun aspek lainnya. (CI/olo)

Tags: CORE IndonesiaPemulihan Ekonomi Nasional
Previous Post

IHSG Kian Tak Berdaya

Next Post

Update COVID-19 pada 20 November: 488.310 Positif

Related Posts

Efektifkah RPP Revitalisasi Industri Manufaktur?

Efektifkah RPP Revitalisasi Industri Manufaktur?

20-01-2021
1.4k
PSBB Jakarta Emergency Brake Policy

Demokrat Tanya Gubernur Anies Tentang Pemulihan Ekonomi

05-11-2020
1.4k
Gaji PNS dan Inflasi Naik Serentak

Kritik PERPPU Reformasi Keuangan

03-09-2020
1.4k

Covid-19, Stimulus UMKM dan Perbankan

18-08-2020
1.4k

Airlangga: Belanjakan PEN Rp1000 Triliun

12-08-2020
1.4k

CORE: Resesi dan Bahaya Hoax Ajakan Tarik Dana Perbankan

05-08-2020
1.4k
Next Post
Pemkot Jakbar Siapkan Delapan Ruas Jalan untuk Lokasi HBKB

Update COVID-19 pada 20 November: 488.310 Positif

  • Kontak Kami
  • Desk Redaksi

© 2020 citraindonesia.com - Hormati Karya Anak Bangsa - Adamson.

No Result
View All Result
  • HOME
  • EKUIN
  • NASIONAL
  • INTERNASIONAL
  • KESRA
  • METRO
  • HIBURAN
  • PARIWISATA
  • SPORT
  • EKSEKUTIF

© 2020 citraindonesia.com - Hormati Karya Anak Bangsa - Adamson.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In