JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Perang dagang dilakukan Pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, seperti menaikkan tarif bea masuk impor Baja jadi 25 persen dan Aluminium 10 persen diawali ke China, pastinya merugikan importir AS dan juga eksportirnya di negara lain. Makanya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menggalang dukungan dari para importir produk Indonesia di AS, melakukan pendekatan kepada Pemerintah AS, sebagai upaya mengamankan akses pasar produk Indonesia di negara tersebut.
‘Kenaikan bea masuk produk besi baja dan aluminium tidak hanya akan merugikan Indonesia sebagai eksportir, tetapi juga pelaku usaha AS. Karena, biaya produksi mereka akan meningkat. bahkan pasokan untuk proses produksi dapat terganggu. Akhirnya dapat merugikan daya saing perusahaan AS juga’, jelas Mendag Enggar seperti dilansir dari siaran pers Kemendag di Jakarta, Selasa (24/7/2018).
- Buruh Bully Donald Trump Soal Tarif Impor Baja
- Mendag: Tingkatkan Kejasama Dengan AS
- G20 Kritik Keras Perang Dagang Presiden Trump
Menurut Enggar, langkah ini dilakukan untuk menghadapi kenaikan tarif impor besi baja dan aluminium, serta peninjauan ulang (review) Indonesia sebagai penerima program Generalized System of Preferences (GSP) Pemerintah AS.
Selain mengagendakan pertemuan bilateral dengan Pemerintah AS, Mendag Enggar mengajak para importir komoditas Indonesia di AS untuk turut mencari solusi atas kebijakan review GSP serta kenaikan tarif baja dan alumunium karena berpotensi menganggu neraca perdagangan Indonesia–AS.
Para importir baja AS yang hadir dalam pertemuan mengatakan kenaikan bea masuk dapat membuat produk baja impor tidak kompetitif serta menahan laju pertumbuhan industri.
Mereka para importir AS juga mengakui produk Indonesia berkualitas baik dan produk tersebut memang tidak diproduksi oleh AS. Sehingga, hal tersebut semestinya tidak menjadi ancaman bagi industri baja AS. Trump menandatangani kebijakan tarif impor sebesar Baja 25 persen dan 10 persen untuk produk aluminium pada 18 Maret 2018 lalu.
Menanggapi hal itu kata Mendag Enggar, produk baja dan aluminium dari Indonesia tidak sertamerta menjadi kompetitor yang secara langsung mengancam industri dalam negeri AS.
‘Produk AS dan produk Indonesia dapat berperan secara komplementer di pasar AS. Hal ini sudah terlihat dari peran baja dan aluminium Indonesia yang telah menjadi bagian dalam sistem manajemen pasokan di AS’, jelas Enggar.
Importir AS Dukung Fasilitas GSP:
Dalam pertemuan kali ini, Mendag juga menggalang dukungan para importir terhadap kebijakan
fasilitas GSP yang diberikan Pemerintah AS kepada Indonesia. Hal ini menanggapi langkah Pemerintah AS yang sedang me-review pemberian fasilitas tersebut.
Para importir yang hadir dalam pertemuan menyampaikan industri kelas menengah AS membutuhkan skema GSP untuk menunjang bisnis mereka. Untuk menyampaikan aspirasi tersebut, para importir terlibat aktif dalam rapat dengar pendapat bersama Pemerintah AS selama proses peninjauan ulang atas negara-negara yang mendapat GSP.
Menurut Mendag Enggar, GSP memberikan manfaat besar baik bagi ekspor Indonesia maupun industri dalam negeri AS. ‘Indonesia memahami adanya review atas penerima GSP. Namun,
Indonesia berharap hasil review tidak menganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS yang selama ini memanfaatkan skema GSP. Tanpa skema GSP, maka harga produk akan naik dan daya saing akan terganggu’, ungkapnya.
GSP merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk (nol persen) terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara penerima fasilitas tersebut.
Pada April 2017, Pemerintah AS meninjau ulang beberapa negara selama ini menjadi penerima skema GSP AS, termasuk Indonesia. Di tahun 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP l bernilai USD 1,9 miliar. Angka ini masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar USD 5,6 miliar; Thailand USD 4,2 miliar; dan Brasil USD 2,5 miliar.
Produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS dan masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai. (linda)