JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indondesia (Apegti) menilai pemerintah menyalahi ketentuan dalam hal penunjukan importir gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi masyarakat di wilayah perbatasan.
“Saat ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan 240.000 ton perusahan untuk mengimpor raw sugar, padahal 3 perusahaan yang ditunjuk merupakan industri gula berbasis tebu, bukan berbasis raw sugar. Selain itu, kebutuhan masyarakat perbatasan hanya 99.000 ton dan izin yang dikeluarkan hanya 240.000 ton,†kata Ketua Apegti Natsir Mansyur di Jakarta, Senin (13/5/2013).
Menurut Natsir, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus melakukan audit kepada 3 perusahaan yang ditunjuk Kemendag mengimpor raw sugar.
“3 Perusahaan yang tidak berpengalaman dalam mengelola distribusi, biaya tranportasi, sarana pergudangan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan gula diperbatasan harus dilakukan audit oleh BPK. Pelaku usaha sangat menyayangkan kebijakan mendag tersebut karena tidak menyelasaikan masalah kebutuhan gula di wilayah perbatasan,†paparnya.
Sedangkan masalah pokok yang tidak tertangani pemerintah, lanjut Natsir, adalah disparitas harga gula di Jawa dan wilayah perbatasan yang begitu tinggi. Harga gula dari Jawa mencapai Rp14.500 per kilogram dan harga gula impor di perbatasan dari negara tetangga hanya Rp9.500 per kilogram dan konsumen tentu akan membeli gula dengan harga murah.
“Jika terus dibiarkan seperti ini, masalah penyelundupan gula di perbatasan akan tetap tinggi, dan pemerintah seolah melakukan pembiaran, padahal potensi pendapatan negara dari pajak bea masuk akan hilang,†ungkapnya. (iskandar)