JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) menilai Kementerian Perdagangan tidak mampu mengawasi  perembesan gula rafinasi yang kerap terjadi.
“Di pasaran umum, gula konsumsi yang diproduksi petani harganya jatuh dibawah HPP yakni Rp8.500/kg, padahal tadinya harga gula petani dipasar Rp9.500/kg. Itu Karena ada perembesan gula rafinasi yang harganya Rp8.000/kg, sehingga gula petani tidak laku dan tidak terserap pasar,†kata Ketua Umum Apegti Natsir Mansyur di Jakarta, Senin (18/11/2013).
Untuk itu kata Natsir, pihaknya meminta pemerintah agar terbuka dengan masalah audit gula rafinasi seperti yang sebelumnya dijanjikan oleh pemerintah beberapa tahun lalu sejak 2011, 2012 hingga tahun ini.
“Supaya jelas masalahnya, jangan audit gula rafinasi ini ditutup-tutupi, kan peraturan sudah tegas mengatur gula rafinasi,†tambahnya.
Menurut Natsir, impor raw sugar gula rafinasi meningkat menjadi 3 juta ton pada tahun 2013 ini. APEGTI mengingatkan agar pemerintah terkait dengan DPR RI Komisi VI memperhatikan kondisi tersebut dengan kebijakan yang sudah ditentukan. “Jangan sampai regulasi yang sudah dibuat oleh pemerintah tapi justru pemerintah sendiri yang menyalahi regulasi yang ada,†imbuhnya.
Natsir mencontohkan, korban perembesan gula rafinasi terjadi di sulawesi selatan dimana PTPN 14 sudah tidak produksi lagi, karena tidak mampu bersaing dengan gula rafinasi diproduksi produsen gula rafinasi di Sulawesi Selatan. Kapasitas produksi 400 ribu ton/tahun, penyerapan hanya 250 ribu ton/tahun, otomatis sisanya masuk ke pasar umum, merugikan petani.
APEGTI menilai, permasalahan tersebut perlu diwaspadai karena akan mengakibatkan pabrik gula berbasis tebu di Jawa juga akan tutup, jika masalah itu tidak ditangani serius oleh  pemerintah. (iskandar)