JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Setelah menjalani sidang cukup panjang, dua pegawai Walikotamadya Jakarta Utara, Binsar Simanungkalit, Achmad Sutono, divonis 4 thun penjara, denda Rp200 juta.
Oleh Hakim Suharto SH, MH, kedua orang itu terbukti korupsi pada pembebasan lahan di Kampung Rawabadak Utara RT 19 RW 03, Rawabadak Utara (RBU), untuk pembangunan Saluran Layar dari Jalan Layar hingga Waduk Sunter Timur III, Rawabadak, Koja, Jakarta Utara.
Atas putusan itu, Binsar langsung mengatakan banding ke Pengadilan Tinggi (PT)DKI Jakarta. Kemudian Acmad Sutono ahirinya mengikuti jejak banding Binsar. Karenanya vonis hakim itu belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Vonis hakim 6 bulan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) David dan Herlina dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Namun terdakwa bersikukuh banding.
Padahal Suharto, yang bertindak sebagai Hakim Ketua Majelis menjelaskan bahwa hukum 4 tahun penjara sekarang ini adalah yang paling rendah dalam kasus korupsi.
Sementara bagi terdakwa Binsar yang menjadi masalah sebenarnya bukan soal hukuman 4 tahun penjara tadi. Akan tetapi perbuatannya yang dipersalahkan tadi.
Pasalnya, apabila perbutannya ini dipermasalahkan, sama saja majelis hakim atau pengadilan melegalkan pembebasan tanah Kampung Rawabadak RT 19 RW 03 Rawabadak Utara atau RT 09 RW 05 Rawabadak Selatan, berdasarkan dokumen yang direkayasa secara fiktif, tidak lengkap dan palsu.
Namun, sangat disayangkan bahwa majelis hakim pada amar putusannya sama sekali tidak mempertimbangkan pledoi terdakwa maupun penasehat hukum, Sahara D Pangaribuan SH.
Kuasa hukum Binsar, Sahara yang begitu gusar ketika kliennya dituntut 4 tahun 6 bulan penjara potong tahanan. Kemudian denda Rp200 juta atau kurungan 3 bulan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp675.916.000 ini, sungguh menyakitkan dan memilukan tentunya.
Sementara dari tuntutan JPU ini, hanya saja uang pengganti yang dibeaskan hakim. Hal ini yang juga belum tentut bisa mengobati hati terdakwa dan penasehat hukumnya yang koyak.
Betapa tidak, terdakwa dan penasehat hukum capek-capek membuat pledoi yang cukup tebal, sekali tidak dipertimbangankan majelis hakim. “Kejam nian hidup ini,†Sahara D Pangaribuan SH, nyeletuk. (batari siregar)