JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Saham Asia, Kamis (18/8/2016), berada di jalur kenaikan terbesar dalam satu hari dalam perdagangan hampir dua minggu ini.
“Sementara itu greenback melemah setelah risalah pertemuan Federal Reserve pada Juli menunjukkan bahwa peluang kenaikan suku bunga acuan atau Fed funds rate (FFR) pada September cukup tipis,” ujar Reuters.
Indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,7%, kenaikan terbesar sejak 8 Agustus, karena investor menggunakan keraguan Fed sebagai alasan untuk meningkatkan posisi mereka setelah kenaikan 14% selama dua bulan terakhir.
Saham sektor teknologi dan telekomunikasi memimpin penguatan.
“Saat ini pengamat berpikir kenaikan suku bunga pada September sudah “tak lagi di meja” pejabat Fed,” ujar Richard Clarida, penasihat strategis global di raksasa obligasi PIMCO, menulis dalam sebuah blog.
Indeks Hang Seng Hong Kong menjadi top gainer di Asia dengan kenaikan 1%, sementara yen, berkat prospek hati-hati Fed, menyeret indeks Nikkei 225 Jepang merosot 0,9%.
Risalah pertemuan Fed pada Juli yang dirilis Rabu, menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan di bank sentral AS itu umumnya optimis terhadap prospek ekonomi dan pasar tenaga kerja negaranya, tapi mereka juga mengatakan ingin “meninggalkan pilihan kebijakan dengan terbuka” karena setiap perlambatan dalam perekrutan tenaga kerja akan bertentangan dengan pengetatan moneter jangka pendek.
Pelaku pasar menafsirkan risalah ini sebagai sesuatu yang cukup positif untuk mengambil risiko, karena Fed masih punya waktu untuk menaikkan suku bunga hingga akhir tahun.
Kontrak berjangka tenggelam sedikit, menandakan telah terjadi penurunan taruhan untuk kenaikan suku bunga Fed.
“Jelas ada perbedaan pendapat yang tajam di internal Fed terkait waktu kenaikan suku bunga lebih lanjut setelah kenaikan pada Desember lalu,” ujar Angus Nicholson, analis pasar di IG, Melbourne.
Pasar obligasi menyambut hasil risalah Fed dengan optimisme, sehingga iShares iBoxx $ High Yield Obligasi Korporasi ETF siap untuk mencetak rekor tertinggi baru dalam satu tahun, sementara imbal hasil utang Australia dengan tenor 10 tahun beringsut lebih rendah ke 1,95%, turun sekitar 100 basis points (bps) dari akhir 2015.
Imbal hasil utang Jepang tenggelam lebih dalam ke wilayah negatif setelah permintaan investor stabil, terlihat pada lelang obligasi pemerintah dengan masa tenor 5 tahun.
Di pasar mata uang, dolar turun 0,2% ke 100/yen, mendekat level terendah pasca-Brexit yang berada di 99,55/dolar AS dan disentuh pada Selasa.
Euro naik tipis 0,2% menjadi 1,13060/dolar AS, berada di jalur untuk naik lebih dari 1% minggu ini.
Indeks dolar datar, setelah kehilangan sekitar 0,7% sejak Senin, setelah menyentuh level terendah dalam 7 minggu pada Selasa ketika menyentuh level 94,426.
Greenback merasakan sengatan hasil AS Treasury yang lebih rendah, yang jatuh semalam setelah rilis risalah Fed.
Pelemahnya dolar menjadi bantuan tambahan bagi komoditas seperti minyak mentah, meskipun harga minyak merosot pada awal perdagangan.
Minyak mentah patokan internasional, Brent berjangka, berada di US$49,69 per barel pada pukul 00:50 GMT, turun 0,3% dari penutupan terakhir.
Tembaga, yang telah meluncur turun akibat kenaikan dolar pada awal pekan ini, memangkas kerugian karena patokan tembaga di London Metal Exchange CMCU3 memperpanjang kenaikan dengan melonjak 0,7% ke US$4.806 per ton setelah jatuh 0,8% pada Rabu. (man)