JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- “Capek deh,,,, Whatsapp (WA) diblokir Kominfo lagi. Masasih disamaratain semua. Kita ini seperti penjahat aja nih? Kan kita ini pegawai Bank. Perlu segera kirim data ke pihak terkait atau nasabah. Juga yang para pekerja Kantor Pemerintahan gamana? Kan harus pakai WA kirim berkas PDF dan lainnya. Klo dibatasin semua gimana dong? Gak efisien. Bilangin dong ke Pak Jokowi, kan jargonnya kerja- kerja- kerja. Tapi klo dibatasi aksesnya, gimana kita bisa kerja,” ujar seorang petugas Bank Plat Merah kepada citraindonesia.com di Jakarta pagi ini, Jumat (14/6/2019).
Seperti diketahui, Kominfo dikabarkan kembali membatasi penggunaan WA kepada masyarakat menyusul sidang perdana sengketa Pilpres 2019 dalam gugatan pasangan Capres- cawapres 02, Prabowo – Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK).
Senada dikatakan Maryati, seorang PNS di Jakarta. “Aku sih gak setujulah. Masa kita disamain kominfo seperti buzzer- buzzer gak jelas itu, penyebar hoax segala. Makin miris nih negeri kita. Ngomong aja dibatasin,” sindirinya tak setuju pembatas itu.
Juga protes Whenas Rendy. “Kita ini bagai kembali ke Orba. mengapa cuma dibatasin. Putus aja sekalian kerja sama Indonesia dengan WA secara permanen. Ini kan bentuk pembungkaman masyarakat. Lagian WA ini kan umumnya kita pakai untuk bisnis. Bukan untuk ujaran kebencian. Jadi klo ditanya apakah saya setuju- ya jelas tidak,” tegasnya.
Seperti diketahui, menyusul rusuh aksi demo di depan Bawaslu pada 21- 22 Mei 2019, mematikan sejumlah orang perusuh, juga polisi menetapkan hampir 500 tersangka, Kominfo dikabarkan sempat memblokir akses para pengguna medsos ke akunnya, baik itu WA, Twitter, Facebook dan lainnya meski kemudian dibuka blokirnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu menegaskan pihaknya akan melihat terlebih dahulu seperti apa eskalasi berita hoaks, yang beredar melalui media sosial pada Jumat (14/6/2019) hingga pengumuman keputusan sidang sengketa hasil Pilpres 2019.
Ferdinandus juga mengatakan, pembatasan akses ke media sosial dapat dilakukan jika penyebaran pesan bernada hasutan meningkat dan disertai adanya kejadian yang membahayakan NKRI.
“Situasional dan kondisional. Jika eskalasi berita hoaks dan hasutan meningkat sangat luar biasa disertai dengan kejadian di sekitar MK yang membahayakan keutuhan NKRI,” ujar Ferdinandus kepada kompastekno, Kamis (13/6/2019). (ling)